Thursday, April 15, 2010

Perempuan dari Tulang Rusuk Laki-laki


Sepertinya kecenderungan kebanyakan ulama klasik dalam memahami ayat tentang penciptaan Adam dan Hawa seperti tersebut di atas bersumber dari sebuah hadits “sahīh” yang diriwayatkan oleh al-Bukhāri, Muslim dan al-Tirmizī. Dalam hadits tersebut dikatakan:
Saling berpesanlah kamu untuk berbuat baik terhadap perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok ...
Ulama dahulu, dengan segala kelebihan dan juga segala keterbatasan pengetahuan dan peradaban yang mereka miliki, memahami hadits di atas secara harfiah, yakni sebagaimana lahirnya. Demikian juga yang dilakukan oleh sebagian ulama sekarang, yang tetap bersikeras mempertahan¬kan keunggulan dan kejeniusan peradaban masa silam, walaupun di sisi lain, berkenaan dengan kepentingan-kepentingan hidup pribadinya, dengan perasaan malu-malu terpaksa menerima kemajuan peradaban modern. Pemahaman ulama dahulu mengenai “penciptaan” sangat sederhana, karena peradaban mereka memang tidak menuntut pemahaman-pemahaman yang lebih kompleks. “Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah yang dibentuk seperti rupa manusia yang ada sekarang, lalu ditiupkan ruh ke dalamnya, maka jadilah Adam seorang manusia. Kemudian Tuhan mencabut tulang rusuk Adam, lalu dibuatnya menjadi seorang perempuan.” Sangat praktis dan sederhana. Sehingga tidak jarang menimbulkan kesan di kalangan masyarakat awam bahwa Tuhan dalam hal ini mirip seorang tukang sulap yang mengeluarkan sebutir telur dari tangannya atau melepaskan seekor merpati yang keluar dari saputangannya. Demikian sederhanakah proses sunnah Allah dalam alam semesta ini? Mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk memahami pengetahuan dan peradaban modern akan menjawab: “ya!” Bagi mereka, alasannya mudah saja: karena Tuhan adalah Maha Kuasa, maka segalanya akan diselesaikan oleh Tuhan dengan kun, fa yakūn. Dalam satu detik semuanya beres. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa kun, fa yakūn di sisi Allah yang tidak terikat dengan ruang dan waktu tidak dapat diparalelkan dengan dunia kita yang berdimensi ruang dan waktu. Hal ini tentu saja tidak dijadikan pertimbangan oleh mereka yang menolak landasan berpikir filosofis atau memahami agama sebatas uangkapan teks-teks semata.
“Hawa” tidak pernah disebutkan dalam al-Qur’an, dan bahwa Adam adalah manusia pertama juga tidak pernah dijelaskan dengan rinci oleh al-Qur’an. Bahkan menurut Muahammad Iqbal, seperti telah didiskusikan di atas, Adam bukan nama seorang manusia, tetapi lebih merupakan sebuah konsep tentang makhluk yang bernama manusia. Kisah Adam bukan kisah tentang sebuah figur yang ada secara konkrit dalam sejarah, tetapi sebuah kisah simbolik yang mengungkapkan karakteristik manusia yang ingin dijadikan khalifah oleh Tuhan di bumi ini. Ini didukung pula oleh pendapat para ahli bahasa yang mengatakan bahwa Adam berasal dari bahasa Ibrani yang berarti manusia, atau mungkin berasal dari kata adīm dalam bahasa Arab yang berarti tanah.

No comments:

Post a Comment