Saturday, April 17, 2010

Manusia Diciptakan dari Tanah (Sudut Pandang Sains)

Ilmu pengetahuan modern atau sains menjelaskan kepada kita bahwa makhluk hidup yang ada di bumi ini dengan berbagai ragamnya, tidak tercipta secara langsung atau sekaligus seperti yang kita lihat sekarang; apa yang kita saksikan hari ini merupakan hasil evolusi yang telah berjalan ratusan juta tahun. Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuan terhadap fosil atau sisa-sisa kehidupan pada batuan-batuan tua di berbagai lokasi dan lapisan bumi menunjukkan hal tersebut. Fosil manusia ternyata menempati lapisan kerak bumi yang paling muda. Mamalia atau binatang menyusui telah hidup lebih awal dan fosilnya ditemukan pada lapisan geologis yang lebih tua. Dan begitu seterusnya. Sehingga dapat diidentifikasikan bahwa yang paling tua adalah makhluk bersel tunggal. Makhluk bersel tunggal ini berkembang-biak dengan membelah diri. Kemudian (ratusan juta tahun) ia berkembang menjadi makhluk lunak yang bersel banyak, lalu makhluk bertulang keras yang hidup di air, dan seterusnya (dalam masa yang beratus-ratus juta tahun) sampai munculnya makhluk yang bisa terbang atau burung dan makhluk menyusui yang hidup di darat.
Apakah manusia juga merupakan hasil evolusi? Menurut dugaan atau hipotesis sains, benar. Tetapi sains menjelaskan evolusi tersebut hanya secara fisik atau biologis. Artinya, bentuk tubuh atau paras manusia seperti yang ada sekarang adalah hasil evolusi atau pengembangan dari yang lebih sederhana. Namun, dengan berlandas pada ajaran Islam, kita dapat mengatakan bahwa manusia sebagai “manusia” dalam pengertian makhluk spiritual yang mempunyai akal dan kesadaran, adalah makhluk “baru” di bumi, bukan hasil evolusi dari akal yang lebih sederhana sebelumnya. Kepada manusia telah ditiupkan ruh oleh Allah (Q.S. al-Dukhān [44]: 9) dan diberikan akal serta kesadaran sehingga pantas dibebankan tugas untuk menjadi khalifah-Nya di bumi ini. Akal dan kesadaran kemanusiaan adalah dimensi Ilahiyah yang tertanam dalam diri manusia. Ia (kesadaran kemanusiaan) datang dari Tuhan bukan dari hasil evolusi. Dengan demikian, manusia tetap berbeda dari binatang, sebab manusia memiliki kesadaran kemanusiaan; dengan kata lain, manusia memiliki akal dan kesadaran spiritual. Dari sudut pandang ini, laki-laki dan perempuan adalah sama saja, satu jenis; hanya mereka mempunyai fungsi kelamin atau fungsi biologis yang berbeda, seperti makhluk hidup lainnya juga. Dan perempuan bukan berasal dari laki-laki.
Ini mungkin kelihatan “ganjil” bagi sebagian orang, terutama sekali mereka yang percaya kepada dogma penciptaan alam semesta sebagaimana diceritakan dalam Kitab Kejadian. Dalam hal ini Tuhan seakan-akan telah kehilangan peran-Nya. Ketika kita mengatakan bahwa alam semesta ini terjadi secara bertahap dan makhluk hidup di bumi ini juga berkembang melalui proses evolusi yang panjang, seakan-akan kita mengatakan Tuhan tidak lagi Maha Kuasa. Ini tidak benar. Tuhan memang Maha Kuasa menjadikan segala sesuatu dengan cara bagaimana pun. Tetapi Tuhan menunjukkan kepada hamba-Nya bahwa semua ciptaan-Nya disempurnakan melalui tahapan-tahapan atau proses tertentu untuk dijadikan pelajaran dan pedoman dalam beramal. Tidak ada jalan pintas dalam hukum alam. Demikianlah Tuhan telah mendesainnya. Proses evolusi itu sendiri adalah kehendak Tuhan, bukan kehendak alam itu sendiri. Dengan memahami hal ini, kita tidak menemukan adanya pertentangan antara ilmu pengetahuan modern dengan Kitab Suci Islam, dalam hal berevolusinya alam semesta ini.
Patut disebutkan di sini, bahwa dalam sejarah filsafat dan pemikiran keagamaan, seperti dikatakan Anton Bakker, memang telah muncul pandangan yang berbeda mengenai konsep kosmologi. Secara umum mereka terbagi kepada dua. Sebagian filosuf dan agamawan menganut aliran kreasionisme dan sebagian yang lain menganut evolusionisme. Aliran pertama percaya bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan dari tidak ada (from ex nihilo) dan secara terpisah-pisah; tidak ada proses evolusi; bumi pada awalnya bukan bagian dari langit dan manusia bukan berasal dari hewan. Semua jenis makhluk diciptakan sebagaimana ada sekarang sejak dari awal.
Sedangkan aliran evolusionisme memandang kosmos (alam semesta) ini sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Alam ini diciptakan secara terbuka dan kreatif. Ia berkembang dan membentuk dirinya melalui proses-proses yang sangat menakjubkan. Perubahan secara perlahan ini disebut dengan evolusi.
Para ilmuan modern, berdasarkan data-data yang dihimpun oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan, menyimpulkan bahwa alam semesta ini berkembang melalui proses evolusi (perubahan secala gradual atau perlahan-lahan). Evolusi aktual kosmos ini diperkirakan sejak 15.000 juta tahun yang lalu. Mereka tidak menyatakan secara tegas bahwa proses evolusi adalah sebuah kemestian. Tetapi mereka tidak dapat membayangkan bahwa alam ini dengan segala isinya seperti yang dapat kita saksikan sekarang terjadi tanpa proses evolusi. Jadi teori evolusi itu sendiri sebenarnya belum dapat dikatakan sebagai sebuah kesimpulan ilmiah yang final, tetapi baru merupakan sebuah hipotesis (dugaan ilmiah). Namun ini tentu saja bukan sembarang hipotesis. Hipotesis ini dibangun berdasarkan berbagai data yang secara keilmuan dapat dipertanggung-jawabkan.
Begitu pula “dugaan” mereka terhadap proses penciptaan manusia. Adalah Charles Darwin (1809 – 1882) melalui bukunya On the Origin of Species by Means of Natural Selection dan The Decendent of Men yang pertama sekali secara terbuka mengetengahkan teori bahwa berbagai jenis makhluk hidup, termasuk manusia, tercipta melalui proses evolusi. Berbagai kritik telah diajukan bukan hanya oleh kalangan agamawan tetapi juga oleh kalangan ilmuan. Keberatan yang diajukan kalangan ilmuan umumnya berkenaan dengan apa yang disebut missing link (mata rantai yang terputus). Tidak ada bukti yang jelas bagaimana sebenarnya proses “hominisasi” (perubahan dari hewan ke manulia) itu terjadi. Apakah manusia pertama itu dilahirkan oleh seekor hewan? Para ilmuan kontemporer lebih banyak berusaha menyempurnakan teori tersebut, meskipun ada sebagian yang berusaha mendestruksikannya. Kemungkinan real, menurut mereka yang membelanya, bahwa sekelompok primat (hewan yang berjalan tegak atau generasi hewan yang paling dekat dengan manusia) telah memperanakkan manusia. Tetapi ini tidaklah sederhana; bukan seperti seekor sapi melahirkan anak kambing. Hominisasi itu tersembunyi dalam proses yang sangat lama, sekitar 2 – 3 juta tahun atau sekitar 100.000 generasi. Sebab, hominisasi itu meliputi berjuta aspek dan unsur.

No comments:

Post a Comment